Pertanyaan yang simple namun membuat saya berfikir karena saya takut salah menjawab (karena ketidaktahuan saya), lantas setelah lama terdiam untuk berfikir saya pun menjawab dengan jawaban sbb :
", yang ente sebutin itu bukan rukun wudhu, ada beberapa yang merupakan sunnah wudhu."Rukun Wudhu itu ada 6 :
Wah.. berarti ane salah ya ustad? Ga salah, tp kurang tepat, karena yg disebutkan ada beberapa yang merupakan
i.Dalil diwajibkannya wudhu sebelum shalat
Dalil diwajibkannya wudhu,Allah berfirman dalam Qur'an Surat Al-Maidah:06
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ
مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ
يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu
dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
ii.Syarat-syarat sahnya wudhu
Adapaun syarat-syarat syahnya wudhu adalah:
1).
Islam,
2).
Berakal,
3).
Tamyiz,
Yang dimaksud dengan tasmiyah adalah membaca “bismillah”.
Boleh
juga apabila ditambah dengan “Ar-Rohmanir Rohim“. Tasmiyah ketika
hendak memulai shalat merupakan syarat sah wudhu berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“
Tidak ada shalat bagi orang
yang tidak berwudhu dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut
nama Allah (bertasmiyah, pen). ”
(HR. Ibnu Majah, hasan)
4).
Niat,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanyalah
mendapatkan apa yang diniatkannya. ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh
karena itu, orang yang dhohirnya (secara kasat mata) berwudhu, akan
tetapi niatnya hanya sekedar untuk mendinginkan badan atau menyegarkan
badan tanpa diniati untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya
dalam berwudhu serta menghilangkan hadats, maka wudhunya tidak sah. Dan
yang perlu untuk diperhatikan, bahwa
niat di sini letaknya di dalam hati dan tidak perlu dilafazkan.
5).
Istishhab hukum niat,
6).
Tidak adanya yang mewajibkan wudhu,
7).
Istinja dan Istijmar sebelumnya (bila setelah buang hajat),
8).
Air yang thahur (suci lagi mensucikan),
Air
dikatakan suci atau masih suci manakala tidak tercampur oleh zat/barang
yang najis sehingga menjadi berubah salah satu dari tiga sifat, yaitu
bau, rasa dan warnanya. Apabila air telah terkena najis, misalnya air
kencing atau yang lainnya, kemudian menjadi berubah salah satu dari
ketiga sifat di atas maka air tersebut telah menjadi tidak suci lagi
berdasarkan ijma’. Apabila air tersebut tercampuri oleh sesuatu yang
bukan najis, maka air tersebut masih boleh dipakai untuk berwudhu
apabila campurannya hanya sedikit. Namun apabila campurannya cukup
banyak sehingga menjadikan air tersebut tidak bisa dikatakan lagi
sebagai air, maka air yang telah berubah ini tidak dapat dipakai untuk
berwudhu lagi karena sudah tidak bisa dikatakan lagi sebagai air.
Misalnya, ada air yang suci sebanyak 1 liter. Air ini kemudian dicampur
dengan 5 sendok makan susu bubuk dan diaduk. Maka campuran air ini tidak
bisa lagi dipakai untuk berwudhu karena sudah berubah namanya menjadi
“susu” dan tidak dikatakan sebagai air lagi.
9).
Air yang mubah (bukan hasil curian misalnya),
Apabila
air diperoleh dengan cara mencuri, maka tidak sah berwudhu dengan air
tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Baik. Dia tidak menerima
sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim). Sudah dimaklumi, bahwa mencuri
merupakan perbuatan yang tidak baik dan keharamannya sudah jelas. Oleh
karena itu, air hasil curian (yang merupakan barang yang tidak baik)
tidak sah digunakan untuk berwudhu.
10).
Menghilangkan sesuatu yang menghalangi air meresap dalam pori-pori.
Tidak sah wudhu seseorang yang memakai kutek atau yang lainnya yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit.
iii.Rukun dan Tata Cara wudhu yang benar
1.Dalil
wajibnya adalah firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Maidah ayat 6 yang
telah kami bawakan, dan juga sabda Nabi -alaihishshalatu wassalam-,
“Allah tidak akan menerima shalat tanpa thaharah,” (HR. Al-Jamaah
kecuali Al-Bukhari)
2.Nabi -alaihishshalatu wassalam- berwudhu
setiap kali mau shalat (HR. Al-Bukhari dan Imam Empat). Beliau bersabda,
“Seandainya saya tidak menyusahkan umatku niscaya saya akan
memerintahkan mereka untuk berwudhu setiap kali mau shalat, dan bersama
wudhu ada bersiwak.” (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih sebagaimana
dalam Al-Muntaqa)
3.
Niat hukumnya adalah rukun
wudhu, berdasarkan sabda Nabi yang masyhur, “Sesungguhnya setiap amalan
-syah atau tidaknya- tergantung dengan niat.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
4.Didahului dengan
bersiwak atau menyikat gigi.
Hal
ini berdasarkan sabda beliau, “Seandainya saya tidak takut untuk
menyusahkan umatku, niscaya aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak
setiap kali wudhu.” (HR. Malik dari Abu Hurairah)
5.Lalu
membaca basmalah
-dan hukumnya adalah sunnah-, dengan dalil sabda beliau
-alaihishshalatu wassalam-, “Berwudhulah kalian dengan membaca
bismillah.” (Dihasankan oleh Al-Albani)
6.
Mencuci kedua telapak tangan tiga kali dan hukumnya adalah sunnah berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.
7.
Berkumur dan memasukkan sebagian air ke dalam hidung lalu dikeluarkan,
Perlu
untuk diperhatikan termasuk di dalamnya madhmadhoh (berkumur-kumur) dan
istinsyaq (memasukkan air dan menghirupnya hingga ke bagian dalam
hidung).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah
seorang dari kalian berwudhu hendaklah ia melakukan istinsyaq.” (HR.
Muslim). Adapun tentang madhmadhoh, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jika engkau berwudhu, maka lakukanlah madhmadhoh.” (HR. Abu
Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu majah dengan sanad yang shahih)
Berdasarkan
sabda Nabi -alaihishshalatu wassalam-, “Kalau salah seorang di antara
kalian berwudhu maka hendaknya dia memasukkan air ke dalam hidungnya
kemudian mengeluarkannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah). Beliau menggabungkan antara kumur-kumur dan istinsyaq dengan
cara setengah dari air yang beliau ambil, beliau masukkan ke dalam mulut
dan setengahnya lagi ke dalam hidung. Beliau istinsyaq dengan tangan
kanan dan istintsar dengan tangan kiri, berdasarkan hadits Ali bin Abi
Thalib. Dan beliau memerintahkan untuk bersungguh-sungguh dalam
istinsyaq kecuali dalam keadaan berpuasa dengan sabdanya,
“Bersungguh-sungguhlah dalam menghirup air ke hidung kecuali kalau kamu
dalam keadaan berpuasa.” (HR. Abu Daud dari Laqith bin Saburah)
Sehingga orang yang berwudhu tanpa disertai dengan madhmadhoh dan istinsyaq maka wudhunya tidak sah.
8.
Mencuci wajah,
dan hukumnya adalah rukun wudhu karena tersebut dalam surah Al-Maidah.
Disunnahkan juga ketika mencuci wajah untuk menyelang-nyelingi jenggot.
Mencuci
wajah merupakan salah satu rukan wudhu, artinya tidak sah wudhu tanpa
mencuci wajah. Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu.”
(QS. Al-Maidah: 6)
Termasuk salah satu kewajiban dalam wudhu adalah menyela-nyela jenggot bagi yang memiliki jenggot yang lebat berdasarkan
hadits
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya apabila Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, beliau mengambil setelapak air
kemudian memasukkannya ke bawah dagunya selanjutnya menyela-nyela
jenggotnya. Kemudian bersabda, “Demikianlah Rabbku memerintahkanku.”
(HR. Abu Dawud, Al-Baihaqi, Al-Hakim dengan sanad
shahih lighoirihi).
9).
Kemudian
mencuci kedua tangan samapai melewati siku dan beliau juga
memerintahkan untuk menyelang-nyelingi jari-jemari. Hukum mencuci tangan
samapai ke siku adalah rukun wudhu.,
“Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang wudhu?’” Nabi berkata, “Sempurnakan wudhu-mu, dan
sela-selalah antara jari-jemarimu,
dan bersungguh sungguhlah dalam memasukkan air ke dalam hidung kecuali
jika kamu dalam keadaan berpuasa.” (Diriwayatkan oleh lima imam,
dishahihkan oleh Tirmidzi)
Para ulama telah bersepakat tentang
wajibnya mencuci kedua tangan ketika berwudhu. Allah berfirman yang
artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat maka basuhlah mukamu dan juga tanganmu sampai dengan siku.” (QS.
Al-Maidah: 6)
Perlu untuk diperhatikan bahwa siku adalah termasuk bagian tangan yang harus disertakan untuk dicuci.
10).
Mengusap (menyapu) seluruh kepala (termasuk mngusap kedua daun telinga),
Mengusap
kepalanya sekali, dari mulai tempat tumbuh rambut bagian depan sampai
akhir tumbuhnya rambut dekat tengkuknya, kemudian mengembalikan usapan
itu (membalik) sampai kembali ketempat semula memulai, kemudian
memasukkan masing-masing jari telunjuknya ke telinga dan menyapu bagian
daun telinga dengan kedua jempolnya.
Allah berfirman yang
artinya, “… dan usaplah kepalamu.” (QS. Al-Maidah: 6). Yang dimaksud
dengan mengusap kepala adalah mengusap seluruh bagian kepala mulai dari
depan hingga belakang. Adapun apabila seseorang mengenakan sorban, maka
cukup baginya untuk mengusap rambut di bagian ubun-ubunnya kemudian
mengusap sorbannya. Demikian pula bagi wanita yang mengenakan kerudung.
Adapun
mengusap kedua telinga hukumnya juga wajib karena termasuk bagian dari
kepala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kedua telinga
termasuk kepala.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Mengusap kedua telinga ini
dilakukan setelah mengusap kepala dengan tanpa mengambil air yang baru.
Hadits Abdullah bin Zaid, dimana beliau juga memperagakan sifat wudhu Nabi.
Dia
meminta baskom berisi air lalu menuangkan air ke dua telapak tangannya
dan mencuci keduanya sebanyak tiga kali. Kemudian dia memasukkan
tangannya kedalam baskom lalu berkumur-kumur, istinsyaq dan istintsar
sebanyak tiga kali dari tiga kali mengambil air. Kemudian dia mengambil
air lalu mencuci wajahnya sebanyak tiga kali. Kemudian dia mengambil air
lalu mencuci tangan sampai sikunya sebanyak dua kali. Kemudian dia
mengambil air lalu
mengusap kepalanya -ke belakang dan ke depan- sebanyak satu kali.Kemudian dia mencuci kedua kakinya.
Dalam
sebagian riwayat: Beliau memulai mengusap pada bagian depan kepalanya
kemudian mendorong kedua tangannya sampai ke tengkuknya, kemudian kedua
tangannya kembali ke bagian depan kepalanya.
11).
Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki,
Allah berfirman yang artinya,” dan (cucilah) kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)
Mencuci
kedua kaki -dan hukumnya adalah rukun- sampai melewati mata kaki. Semua
bagian kaki harus terkena air wudhu, karena Nabi -alaihishshalatu
wassalam- bersabda, “Celakalah bagi tumit-tumit (yang tidak terkena air,
pent) dari api neraka.”
Perlu untuk diperhatikan bahwa kedua
mata kaki adalah termasuk bagian kaki yang harus disertakan untuk
dicuci. Adapun menyela-nyela jari-jari kaki hukumnya juga wajib apabila
memungkinkan bagian antar jari tidak tercuci kecuali dengan
menyela-nyelanya.
12).
Tertib (berurutan).
Muwalat
adalah berturut-turut dalam membasuh anggota wudhu. Maksudnya adalah
sebelum anggota tubuh yang dibasuhnya mengering, ia telah membasuh
anggota tubuh yang lainnya.
Disunnahkan memulai dengan bagian
kanan dalam mencuci semua anggota wudhu yang berjumlah sepasang, kecuali
telinga karena keduanya diusap secara bersamaan. Nabi -alaihishshalatu
wassalam- bersabda, “Kalau kalian memakai pakaian dan kalau kalian
berwudhu, maka mulailah dengan bagian kanan kalian.” (HR. Abu Daud
dengan sanad yang shahih)
15.Nabi -alaihishshalatu wassalam-
pernah berwudhu dengan mencuci setiap anggota wudhu sebanyak satu
kali-satu kali, juga pernah dua kali-dua kali dan juga tiga kali-tiga
kali. Dan beliau bersabda, “Barang siapa yang menambah lebih dari itu
maka sesungguhnya dia telah berbuat jelek, melampaui batas dan berbuat
zhalim.”
16.
Setelah wudhu disunnahkan membaca doa, “
Asyhadu
alla ilaha illallah wahdahu laa syarikalah, wa asyhadu anna Muhammadan
abduhu warasuluhu. Allahummaj’alni minat tawwabina waj’alni minal
mutathahhirina (Saya bersaksi bahwasannya tiada ada illah yang berhak
disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Ya Allah jadiknlah
saya termasuk golongan orang-orang yang telah bersuci).”
Atau
membaca, “Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa Anta
astaghfiruka wa atubu ilaik (Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji
untuk-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain
Engkau, saya meminta ampunan dan bertaubat kepada-Mu).”
Dalilnya
adalah hadits Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada
seorang laki-laki yang berwudhu dan meninggalkan bagian sebesar kuku
pada kakinya yang belum tercuci. Ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihatnya maka beliau bersabda,
“Kembalilah dan perbaikilah wudhumu!” (HR. Muslim).
17).
Muwalah (tidak diselingi dengan perkara-perkara yang lain).
Dalam
suatu riwayat dari sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Bahwasanya Nabi melihat seseorang sedang shalat, sementara di bagian
atas kakinya terdapat bagian yang belum terkena air sebesar dirham. Maka
Nabi memerintahkannya untuk mengulangi wudhu dan shalatnya.” (HR. Abu
dawud, shahih).
Dari hadits di atas, dapat kita ketahui bahwa
muwalaat merupakan salah satu rukun wudhu. Hal ini karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mencukupkan diri dalam
memerintahkan orang yang belum sempurna wudhunya untuk mencuci bagian
yang belum tercuci sebelumnya, namun beliau memerintahkan orang tersebut
untuk mengulangi wudhunya.
iv.Sunnah dalam wudhu
Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ
فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam suka memulai dari sebelah kanan saat
mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam seluruh urusan
beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ ْوُضُوءٍ
“Sekiranya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku, sungguh akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali wudhu.” (HR. Ahmad dalam beberapa tempat dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 70)
Dari Umar dari Nabi -alaihishshalatu wassalam- bahwa beliau bersabda:
مَا
مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ أَوْ فَيُسْبِغُ الْوَضُوءَ
ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ
الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
“Tidaklah salah
seorang di antara kalian berwudlu, lalu bersungguh-sungguh atau
menyempurnakan wudhunya kemudian dia membaca: ASYHADU ALLA ILAHA
ILLALLAH WA ANNA MUHAMMADAN ABDULLAHI WARASULUH (Aku bersaksi bahwa
tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad
adalah hamba Allah dan utusan-Nya) melainkan kedelapan pintu surga akan
dibukakan untuknya. Dia masuk dari pintu manapun yang dia kehendaki.” (HR. Muslim no. 234)
Dalam riwayat lain dengan lafazh:
مَنْ
تَوَضَّأَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“Barangsiapa
yang berwudhu lalu membaca: ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA
SYARIKALAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHU WARASULUH (Aku bersaksi
bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak
ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.”
Di antara kesempurnaan wudhu adalah disunnahkan
untuk memulai dengan mencuci anggota wudhu yang sebelah kanan sebelum
yang kiri, yakni pada kedua telapak tangan, tangan sampai siku, dan
kedua kaki. Hanya saja berhubung hukumnya sunnah, maka barangsiapa yang
memulai dengan yang kiri maka sungguh dia telah menyelisihi sunnah
walaupun dia tidak berdosa dan wudhunya tidak makruh apalagi batal. Dan
syariat memulai dengan yang kanan ini berlaku pada semua jenis amalan
dan tindakan, berdasarkan hadits Aisyah di atas.
Kemudian, sebelum wudhu, seseorang juga disunnahkan untuk bersiwak. Siwak secara bahasa mempunyai dua makna:
.Akar kayu yang sudah ma’ruf (diketahui bersama) yang digunakan untuk membersihkan gigi.
.Pekerjaan membersihkan gigi.
Karenanya
semua pekerjaan membersihkan gigi itu dinamakan bersiwak walaupun tidak
menggunakan kayu siwak, menurut pendapat yang paling kuat. Maka jika
seseorang tidak mempunyai kayu siwak, dia tetap bisa mengerjakan sunnah
yang mulia ini dengan cara membersihkan giginya dengan pasta gigi, atau
sekedar dengan sikat gigi atau dengan menggosok giginya dengan kain atau
jari, dan seterusnya dari bentuk pekerjaan membersihkan gigi.
Walaupun
demikian, tentu saja lebih utama seseorang itu bersiwak dengan kayu
siwak, karena inilah yang datang dalam nukila perbuatan Nabi , bahwa
beliau bersiwak dengan menggunakan kayu siwak.
Hadits Abu
Hurairah tentang siwak di atas juga sebagai sanggahan kepada sebagian
ulama yang memakruhkan atau melarang seseorang yang berpuasa untuk
bersiwak/menggosok gigi setelah zuhur. Hal itu karena hadits di atas
datang dalam bentuk umum ‘setiap kali wudhu’, tanpa ada pembedaan dari
Nabi -alaihishshalatu wassalam- antara sedang puasa dengan tidak puasa.
Karenanya tetap disunnahkan seseorang yang berpuasa untuk bersiwak, dan
bagi yang menggunakan pasta gigi harus tetap menjaga jangan sampai ada
pasta yang tertelan olehnya.
Kemudian, sunnah terakhir yang
tersebut dalam dalil-dalil di atas adalah sunnahnya berdoa setelah wudhu
dengan doa yang ma`tsur di atas, dan Nabi -alaihishshalatu wassalam-
telah menjanjikan pahala masuk surga bagi siapa saja yang
mengucapkannya.
v.Pembatal-pembatal wudhu
Telah
kita ketahui bersama bahwa hadats adalah suatu keadaan yang
mengharuskan seseorang untuk bersuci, baik itu hadats besar maupun
hadats kecil. Dan telah dijelaskan bahwa hadats besar adalah hadats yang
hanya bisa dihilangkan dengan mandi junub dan yang semacamnya,
sementara hadats kecil adalah yang bisa dihilangkan cukup dengan wudhu,
walaupun bisa juga dihilangkan dengan mandi. Edisi kali ini kami akan
membahas mengenai pembatal wudhu atau hadats kecil dan sedikit
menyinggung tentang hadats besar.
Sebelum kami mulai, maka di
sini ada satu kaidah yang perlu diperhatikan, yaitu: Asal seseorang yang
telah berwudhu adalah wudhunya tetap syah sampai ada dalil shahih yang
menyatakan wudhunya batal. Setelah ini dipahami, maka ketahuilah bahwa
pembatal wudhu secara umum terbagi menjadi dua jenis:A.Yang disepakati
oleh para ulama bahwa dia adalah pembatal wudhu.
1.
Tinja dan kencing.
Berdasarkan
firman Allah Ta’ala, “Atau salah seorang di antara kalian datang dari
buang air atau kalian menyentuh wanita lalu dia tidak menemukan air,
maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang baik.” (QS. Al-Maidah: 6)
Juga
hadits Shafwan bin Assal dia berkata, “Nabi -shallallahu alaihi
wasallam- memerintahkan kami kalau kami sedang safar agar kami tidak
melepaskan sepatu-sepatu kami selama tiga hari-tiga malam kecuali kalau
dalam keadaan junub, akan tetapi kalau buang air besar, kencing dan
tidur.” (HR. At-Tirmizi)
Semisal dengannya wadi, dia adalah air yang
keluar setelah seseorang melakukan suatu pekerjaan yang melelahkan atau
sesaat setelah selesai kencing. Hukumnya sama seperti kencing.
2.
Madzi,
yaitu cairan yang keluar dari kemaluan ketika sedang melakukan
percumbuan dengan istri atau ketika mengkhayalkan hal seperti itu.
Berdasarkan
hadits Ali bin Abi Thalib dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bahwa
beliau bersabda tentang seseorang yang mengeluarkan madzi,
“Hendaknya dia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3.
Kentut.
Rasulullah
-shallallahu alaihi wasallam- memberi fatwa kepada seseorang yang ragu
apakah dia kentut dalam shalat ataukah tidak, “Jangan dia memutuskan
shalatnya sampai dia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim dari Abdullah bin Zaid)
4.
Semua hadats besar juga adalah pembatal wudhu,
yaitu: Keluarnya mani, jima’, haid, nifas, hilangnya akal dengan
pingsan, gila atau mabuk dan murtad. Insya Allah semua ini akan kami
bahas pada pembahasan mandi wajib.
<>Sedangkan yang diperselisihkan oleh para ulama apakah dia pembatal wudhu:
1.
Tidur.
Ada
dua jenis dalil yang lahiriahnya bertentangan di sini. Yang pertama
adalah hadits Shafwan bin Assal yang telah berlalu, yang menunjukkan
bahwa tidur adalah pembatal wudhu. Yang kedua adalah dalil-dalil yang
menunjukkan bahwa para sahabat pernah lama menunggu Nabi -shallallahu
alaihi wasallam- untuk keluar melaksanakan shalat isya, sampai-sampai
sebagian di antara mereka tertidur kemudian bangun kemudian tertidur
lagi kemudian tertidur lagi, baru setelah itu Nabi keluar untuk
mengimami mereka. (HR. Al-Bukhari) Bahkan dalam sebuah riwayat Abu Daud
dari Anas disebutkan, “Kemudian mereka mengerjakan shalat dan mereka
tidak berwudhu.” Maka hadits ini menujukkan bahwa tidurnya mereka tidak
membatalkan wudhu mereka.
Yang benar dalam masalah ini adalah
pendapat yang membedakan antara tidur yang nyenyak dengan tidur yang
tidak nyenyak atau sekedar terkantuk-kantuk. Yang pertama membatalkan
wudhu -dan tidur inilah yang dimaksudkan dalam hadits Shafwan-, sedang
tidur yang kedua tidak membatalkan wudhu -dan inilah yang dimaksudkan
dalam hadits Anas-, wallahu a’lam. Ini adalah pendapat Malik, Az-Zuhri,
Al-Auzai dan yang dikuatkan oleh Ibnu Qudamah, Ibnu Rusyd, Ibnu Abdil
Barr, Asy-Syaikh Ibnu Bazz dan Asy-Syaikh Muqbil -rahimahumullah-.
[Lihat An-Nail: 1/190, Syarh Muslim karya An-Nawawi: 4/74 dan Al-Ausath: 1/142]
2.
Darah istihadhah.
Dia adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita, bukan pada waktu haidnya dan bukan pula karena melahirkan.
Pendapat
yang paling kuat dalam masalah ini adalah bahwa darah istihadhah
tidaklah membatalkan wudhu, karena tidak adanya dalil shahih yang
menunjukkan hal itu. Dan hukum asal pada wudhu adalah tetap ada sampai
ada dalil yang menetapkan batalnya. Asy-Syaukani berkata dalam An-Nail,
“Tidak ada satu pun dalil yang bisa dijadikan hujjah, yang mewajibkan wudhu bagi wanita yang mengalami istihadhah.”
Di
antara dalil lemah tersebut adalah hadits Aisyah tentang sabda Nabi
kepada seorang sahabiah yang terkena istihadhah, “Kemudian berwudhulah
kamu setiap kali mau shalat.” Hadits ini adalah hadits yang syadz lagi
lemah, dilemahkan oleh Imam Muslim, An-Nasai, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil
Barr dan selainnya.
[Lihat Al-Fath: 1/409, As-Sail: 1/149 dan As-Subul: 1/99]
3.
Menyentuh kemaluan.
Rasulullah
-shallallahu alaihi wasallam- pernah ditanya oleh seseorang yang
menyentuh kemaluannya, apakah dia wajib berwudhu? Maka beliau
menjawab,
“Tidak, itu hanyalah bagian dari anggota tubuhmu.” (HR. Imam Lima dari Thalq bin Ali)
Maka hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh kemaluan tidaklah membatalkan wudhu.
Tapi di sisi lain beliau -shallallahu alaihi wasallam- juga pernah bersabda,
“Barangsiapa
yang menyentuh kemaluannya maka hendaknya dia berwudhu.” (HR. Imam Lima
dari Busrah bintu Shafwan) Dan ini adalah nash tegas yang menunjukkan
batalnya wudhu dengan menyentuh kemaluan.
Pendapat yang dikuatkan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah dan Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin adalah
pendapat yang memadukan kedua hadits ini dengan menyatakan: Menyentuh
kemaluan tidaklah membatalkan wudhu akan tetapi disunnahkan -tidak
diwajibkan- bagi orang yang menyentuh kemaluannya untuk berwudhu
kembali.
Jadi perintah yang terdapat dalam hadits Busrah bukanlah
bermakna wajib tapi hanya menunjukkan hukum sunnah, dengan dalil Nabi
-shallallahu alaihi wasallam- tidak mewajibkan wudhu padanya
-sebagaimana dalam hadits Thalq-. Wallahu a’lam bishshawab.
[Lihat Al-Ausath: 1/193, A-Mughni: 1/180, An-Nail: 1/301, Asy-Syarh Al-Mumti’: 1/ 278-284 dan As-Subul: 1/149]
4.
Bersentuhan dengan wanita.
Menyentuh wanita -yang mahram maupun yang bukan- tidaklah membatalkan wudhu, berdasarkan hadits Aisyah dia berkata,
“Sesungguhnya Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah mencium
sebagian istrinya kemudian beliau keluar mengerjakan shalat dan beliau
tidak berwudhu lagi.” (HR. Ahmad, An-Nasai, At-Tirmizi dan Ibnu Majah)
Ini
adalah pendapat Daud Azh-Zhahiri dan mayoritas ulama muhaqqiqin,
seperti: Ibnu Jarir Ath-Thabari, Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, Ibnu
Katsir, dan dari kalangan muta`akhkhirin: Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin,
Asy-Syaikh Muqbil dan selainnya.
Adapun sebagian ulama yang berdalilkan dengan firman Allah Ta’ala,
“Atau kalian menyentuh wanita …,” (QS. Al-Maidah: 6)
bahwa menyentuh wanita adalah membatalkan wudhu.
Maka
bisa dijawab dengan dikatakan bahwa kata ‘menyentuh’ dalam ayat ini
bukanlah ‘menyentuh’ secara umum, akan tetapi dia adalah ‘menyentuh’
yang sifatnya khusus, yaitu jima’ (hubungan intim).
Demikianlah Ibnu
Abbas dan Ali bin Abi Thalib -radhiallahu anhuma- menafsirkan bahwa
‘menyentuh’ di sini adalah bermakna jima’. Hal ini sama seperti pada
firman Allah Ta’ala tentang ucapan Maryam,
“Bagaimana mungkin
saya akan mempunyai seorang anak sementara saya belum pernah disentuh
oleh seorang manusia pun dan saya bukanlah seorang pezina.” (QS. Maryam:
20)
Dan kata ‘disentuh’ di sini tentu saja bermakna jima’ sebagaimana yang bisa dipahami dengan jelas.
Ini
juga diperkuat oleh hadits Aisyah riwayat Al-Bukhari dan Muslim bahwa
dia pernah tidur terlentang di depan Rasulullah -shallallahu alaihi
wasallam- yang sedang shalat.
Ketika beliau akan sujud, beliau
menyentuh kaki Aisyah agar dia menarik kakinya. Seandainya menyentuh
wanita membatalkan wudhu, niscaya beliau -shallallahu alaihi wasallam-
akan membatalkan shalatnya ketika menyentuh Aisyah.
[Lihat An-Nail: 1/195, Fathu Al-Qadir: 1/558, Al-Muhalla: 1/244, Al-Ausath: 1/113 dan Asy-Syarh Al-Mumti’: 1/286-291]
Catatan:
Menyentuh
wanita -baik yang mahram maupun yang bukan- tidaklah membatalkan wudhu,
hanya saja ini bukan berarti boleh menyentuh wanita yang bukan mahram.
Karena telah shahih dari Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bahwa
beliau bersabda,
“
Seseorang di antara kalian betul-betul
ditusukkan jarum besi dari atas kepalanya -dalam sebagian riwayat:
Sampai tembus ke tulangnya-, maka itu lebih baik bagi dirinya daripada
dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dari Ma’qil bin Yasar)
5.
Mimisan dan muntah, baik memuntahkan sesuatu yang sudah ada di dalam perut atau yang masih berada di tenggorokan.
Semua
ini bukanlah pembatal wudhu karena tidak adanya dalil shahih yang
menunjukkan hal tersebut, karenanya kita kembali ke hukum asal yang
telah kami sebutkan sebelumnya. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh
Ibnu Hazm dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahumallah-.
Adapun hadits,
“Barangsiapa
yang muntah (dari perut) atau mimisan atau muntah (dari tenggorokan)
atau mengeluarkan madzi maka hendaknya dia pergi dan berwudhu.” (HR.
Ibnu Majah dari Aisyah)
maka ini adalah hadits yang lemah. Imam Ahmad
dan Al-Baihaqi telah melemahkan hadits ini, karena di dalam sanadnya
ada Ismail bin Ayyasy dan dia adalah rawi yang lemah.
6.
Mengangkat dan memandikan jenazah.
Ada
beberapa hadits dalam permasalahan ini, di antaranya adalah hadits Abu
Hurairah secara marfu’, “Barangsiapa yang memandikan mayit maka
hendaknya dia juga mandi, dan barangsiapa yang mengangkatnya maka
hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ahmad, An-Nasai dan At-Tirmizi)
Akan
tetapi hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Az-Zuhri, Abu Hatim, Ahmad,
Ali bin Al-Madini dan Al-Bukhari. Adapun hadits-hadits lainnya, maka
kami sendiri pernah mentakhrij jalan-jalannya dan kami menemukannya
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad -rahimahullah-, “Tidak ada
satu pun hadits shahih yang ada dalam permasalahan ini.”
vi.Keslahan-kesalahan dalam berwudhu
Wudhu
memiliki kedudukan yang penting dalam agama kita. Tidak sahnya wudhu
seseorang dapat menyebabkan sholat yang ia kerjakan menjadi tidak sah,
sedangkan sholat adalah salah satu rukun Islam yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu merupakan suatu kewajiban bagi
setiap muslim untuk memperhatikan bagaimana dia berwudhu. Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak diterima sholat
yang dilakukan tanpa wudhu dan tidak diterima shodaqoh yang berasal dari
harta yang didapat secara tidak halal.” (HR. Muslim)
Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh kaum muslimin pada tata cara berwudhu diantaranya:
1. Melafazhkan niat.
Kebiasaan
salah yang sering dilakukan kaum muslimin ini bukan hanya dalam masalah
wudhu saja, bahkan dalam berbagai macam ibadah. Rosululloh tidak pernah
melafazhkan niat ketika berwudhu sedangkan orang yang mengamalkan
perkara ibadah yang tidak pernah ada contohnya dari Rosululloh maka
amalan itu tertolak (Lihat hadits Arba’in Nawawiyah no. 5) dan bahkan
akan mendatangkan murka Alloh. Patokan dalam tata cara ibadah adalah
mengikuti Rosululloh, bukan akal pikiran atau perasaaan kita sendiri
yang akan menjadi hakim mana yang baik dan mana yang buruk. Andaikan itu
adalah hal yang baik, mengapa Rosululloh tidak mengajarkannya atau
tidak melakukannya? Apa mereka merasa lebih pintar, lebih sholih, lebih
bertaqwa, lebih berilmu daripada Rosululloh? Apakah mereka merasa bahwa
Rosululloh bodoh terhadap hal-hal yang baik sampai mereka berkarya
sendiri? Maka siapakah yang kalian ikuti dalam ibadah ini wahai para
pelafazh niat…???
2. Membaca doa-doa khusus dalam setiap gerakan wudhu seperti doa membasuh muka, do’a membasuh kepala dan lain-lain.
Tidak ada riwayat shohih yang menjelaskan tentang hal tersebut.
3. Tidak membaca “bismillah”
padahal
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sempurna
wudhu’ sesorang yang tidak membaca basmallah.” (HR. Ahmad)
4. Hanya berkumur tanpa istinsyaq (memasukkan air ke hidung)
padahal
keduanya termasuk dalam membasuh wajah. Adapun yang sesuai sunnah
adalah menyatukan antara berkumur-kumur dangan beristinsyaq dengan satu
kali cidukan berdasarkan hadits Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu
tentang tata cara berwudhu. (HR. Bukhari, Muslim)
5. Tidak membasuh kedua tangan sampai siku,
hal
ini sering kita lihat pada orang yang berwudhu cepat bagaikan kilat
sehingga tidak memperhatikan bahwa sikunya tidak terbasuh. Padahal Alloh
Ta’ala berfirman,
“Dan basuhlah kedua tanganmu hingga kedua siku.” (Al Maaidah: 6)
6. Memisah antara membasuh kepala dengan membasuh telinga
padahal
yang benar adalah membasuh kepala dan telinga dalam satu kali ciduk.
Dan ini hanya dilakukan satu kali, bukan tiga kali seperti pada bagian
lain, hal ini berdasarkan hadits dari Utsman bin Affan rodhiyallohu
‘anhu tentang tata cara berwudhu. (HR. Bukhari, Muslim)
7. Tidak memperhatikan kebagusan wudhunya sehingga terkadang ada anggota wudhunya yang seharusnya terbasuh tetapi belum terkena air.
Rosululloh
pernah melihat seorang yang sedang sholat sedangkan pada punggung
telapak kakinya ada bagian seluas uang dirham yang belum terkena air,
kemudian beliau memerintahkannya untuk mengulang wudhu dan sholatnya.
8. Was-was ketika berwudhu.
Sering
kita melihat ketika seseorang berwudhu hingga sampai ke tangannya, dia
teringat bahwa lafazh niatnya belum mantap sehingga dia mengulang
wudhunya dari awal bahkan kejadian ini terus berulang dalam wudhunya
tersebut hingga iqomah dikumandangkan, hal seperti ini adalah was-was
dari syaithon yang tidak berdasar. Wallahul musta’an.
Demikianlah
sedikit paparan mengenai sekelumit kesalahan dalam berwudhu yang banyak
kita jumpai pada kaum Muslimin khususnya di negeri kita ini, semoga
bermanfaat dan menjadikan kita lebih memperhatikannya lagi. Wallohu
a’lam bish showab.
vii.Sifat wudhu nabi Muhammad saw
Allah Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ
“Wahai orang-orang yang beriman,
apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka cucilah wajah-wajah
kalian dan tangan-tangan kalian sampai dengan siku, dan usaplah
kepala-kepala kalian dan (cucilah) kaki-kaki kalian sampai pada kedua
mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)
Dari Humran budak Utsman bin Affan dia berkata:
أَنَّهُ
رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ
مِنْ إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ
فِي الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ
وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثًا ثُمَّ
مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ نَحْوَ
وُضُوئِي هَذَا وَقَالَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ
صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“
Bahwa dia melihat Utsman bin
Affan minta untuk diambilkan air wudlu. Lalu beliau menuang bejana itu
pada kedua tangannya, lalu dia mencuci kedua tangannya tersebut hingga
tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangan kanannya ke dalam air
wudlunya, kemudian berkumur, menghirup air ke dalam hidung, dan
mengeluarkannya. Kemudian beliau mencuci mukanya tiga kali, mencuci
kedua tangannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Kemudian beliau
mengusap kepalanya lalu mencuci setiap kakinya tiga kali. Setelah itu
beliau berkata, “Aku telah melihat Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-
berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa
yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian dia shalat dua rakaat, dan
tidak menyibukkan hatinya dalam kedua rakaat itu, maka Allah akan
mengampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari no. 164 dan Muslim no. 226)
Dari Abdullah bin Zaid ketika beliau memperagakan sifat wudhunya Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
فَأَكْفَأَ
عَلَى يَدِهِ مِنْ التَّوْرِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ
يَدَهُ فِي التَّوْرِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثَ
غَرَفَاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ
يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ
فَمَسَحَ رَأْسَهُ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً ثُمَّ
غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“
Dia menuangkan air dari
gayung ke telapak tangannya lalu mencucinya tiga kali. Kemudian dia
memasukkan tangannya ke dalam gayung, lalu berkumur-kumur, memasukkan
air ke hidung, dan mengeluarkannya kembali dengan tiga kali cidukan.
Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam gayung, lalu membasuh mukanya
tiga kali. Kemudian dia membasuh kedua tangannya dua kali sampai ke
siku. Kemudian memasukkan tangannya ke dalam gayung, lalu mengusap
kepalanya dengan tangan; mulai dari bagian depan ke belakang dan
menariknya kembali sebanyak satu kali. Lalu dia mencuci kedua kakinya
hingga mata kaki.” (HR. Al-Bukhari no. 186 dan Muslim no. 235)
Kemudian
perlu diketahui bahwa dalam mengetahui sifat wudhu Nabi
-alaihishshalatu wassalam-, kebanyakan para ulama bersandarkan pada
hadits Utsman bin Affan dan hadits Abdullah bin Zaid yang keduanya
adalah riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Karena itu ada baiknya kalau kami
menyebutkan kedua hadits ini:
A.
Hadits Utsman bin AffanDari
Humran maula Utsman, bahwa dia melihat Utsman meminta air wudhu: Lalu
dia menuangkan air dari bejana ke dua telapak tangannya lalu mencuci
keduanya sebanyak tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangan kanannya ke
dalam air wudhu lalu berkumur-kumur, istinsyaq (menghirup air ke hidung)
dan istintsar (mengeluarkannya). Kemudian dia mencuci wajahnya tiga
kali lalu kedua tangan sampai ke siku sebanyak tiga kali. Kemudian dia
mengusap kepalanya lalu mencuci kedua kakinya sebanyak tiga kali.
Kemudian setelah selesai dia (Utsman) berkata, “Saya melihat Nabi
-alaihishshalatu wassalam- berwudhu seperti yang saya lakukan ini.”
B.
Hadits Abdullah bin ZaidDimana beliau juga memperagakan sifat wudhu Nabi.
Dia
meminta baskom berisi air lalu menuangkan air ke dua telapak tangannya
dan mencuci keduanya sebanyak tiga kali. Kemudian dia memasukkan
tangannya kedalam baskom lalu berkumur-kumur, istinsyaq dan istintsar
sebanyak tiga kali dari tiga kali mengambil air. Kemudian dia mengambil
air lalu mencuci wajahnya sebanyak tiga kali. Kemudian dia mengambil air
lalu mencuci tangan sampai sikunya sebanyak dua kali. Kemudian dia
mengambil air lalu mengusap kepalanya -ke belakang dan ke depan-
sebanyak satu kali. Kemudian dia mencuci kedua kakinya.
Dalam sebagian riwayat:
Beliau
memulai mengusap pada bagian depan kepalanya kemudian mendorong kedua
tangannya sampai ke tengkuknya, kemudian kedua tangannya kembali ke
bagian depan kepalanya.
============================
Sumber:
1.
http://al-atsariyyah.com/di-antara-sunnah-wudhu.html2.
http://al-atsariyyah.com/sifat-wudhu-nabi-shallallahu-alaihi-wasallam.html3.
http://al-atsariyyah.com/pembatal-wudhu.html4.
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/panduan-praktis-tata-cara-wudhu.html5.
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/pembatal-pembatal-wudhu.html6.
http://www.almanhaj.or.id/content/1535/slash/0